Al-Kharaj dan ‘Usyur
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai mana yang kita ketahui Kharaj dan Ushur merupakan suatu biaya yang
dikeluarkan oleh manusia. Kharaj adalah suatu biaya yang dibayarkan oleh umat non muslim terhadap suatu lahan, sama
halnya dengan Usyur dibayarkan oleh orang Muslim. Pemungutan Kharaj dan Ushur
berdasarkan hasil tanaman. Dan dibayarkan pada kadar hasil yang didapat pada
waktu itu.
Harta rampasan perang mempunyai
peranan yang sangat signifikan dalam menopang kehidupan kaum muslimin. Asumsi
tersebut lahir dari fakta lemahnya kondisi perekonomian kaum muslimin pada
masa-masa awal pendirian Negara Madinah. kaum muhajirin yang datang tanpa
membawa perbekalan yang meemadai secara lansung memperlemah kondisi
perekonomian kaum Anshar.
Banyak hal yang bisa di ambil dari pembahasan diatas. Judul makalah ini
penulis tulis untuk memenuhi tugas sejarah peradaban ekonomi islam.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Pengertian
Al-Kharaj
2.
Pengertian
Ushr
3.
Peranan
Harta Rampasan Perang
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Al-Kharaj dan ‘Usyur
a.
Al-kharaj
Kharaj adalah pajak tanah yang dipungut dari non muslim. Dalam
terminologi islam, kharaj adalah retribusi atas tanah atau hasil produksi tanah
dimana para pemilik tanah taklukkan tersebut membayar kharaj ke negara islam.[1]
Dalam sejarah islam kata ini diambil umat Islam dari bahasa
administrasi Byzantium yang makna asalnya adalah upeti. Dalam bahasa Persia,
kata ini disebut kharag, semakna dengan tributum dalam bahasa Yunani pada masa
kekuasaan Romawi masih jaya. Agaknya kata ini diterima menjadi kata Arab asli
karena sama artinya dengan hasil bumi, yang secara spesifik berarti pajak yang
dibayar untuk pemilikan tanah.[2]
Kharaj pertama
kali terjadi ketika khibar ditaklukkan pada masa Rasulullah SAW. Dalam sejarah Islam,
Rasulullah pernah menjadikan tanah Fadak dari Banu Nadhir sebagai tanah Fay’
ketika mereka tunduk dibawah pemerintahan islam tanpa melalui peperangan.
Setelah Rasulullah SAW. wafat, terjadi ekspansi negara islam dengan tunduknya
negara Byzantium, Mesir, Palestina, Syiria, tanah Sanid di Iraq dan Persia. Ketika tanah
tersebut tidak dibagikan dan tetap berada di tangan pemiliknya, kemudian
mengolahnya, maka mereka harus membayar kharaj kepada negara.
Berdasarkan hal
tersebut, Abu Yusuf menekankan bahwa pemerintah mempunyai otoritas dan hak
untuk membagikan tanah tersebut kepada para pejuang sebagai harta rampasan
perang (ghanimah). Namun, hal baik bila pemerintah memutuskan mengembalikan
tanah kepada pemiliknya dan menarik kharaj dari mereka sebagai pendapatan tetap
bagi negara untuk kesejahteraan umat islam. Jadi status tanah tersebut menjadi
tanah kharaj.
Pengenaan pajak
atas tanah adalah jenis pajak yang paling tua dan banyak dilakukan. Dimasa
lalu, sumber pendapatan utama negara islam sejak pemerintahan khalifah
Umar sampai pada keruntuhan peradaban umat islam adalah kharaj atau pajak
tanah.[3]
Kharaj dibayarkan oleh nonmuslim
sama halnya dengan kaum muslim membayar ushr dari hasil pertanian. [4]
Kharaj erat kaitannya dengan jizyah
meskipun ada perbedaan dan persamaannya.
Persamaannya
adalah:
a.
Kharaj
dan jizyah diambil dari orang musyrik
b.
Kharaj
dan jizyah dipandang sebagai harta fay’dan digunakan sebagai harta fay’
c.
Kharaj
dan jizyah diwajibkan apabila sudah haul
Sedangkan
perbedaannya adalah:
a.
Jizyah
ditetapkan oleh nash,sedangkan kharaj ditetapkan oleh ijtihad
b.
Minimal
jizyah ditetapkan oleh nash.dan maksimalnya oleh ijtihad,sedangkan kharaj
jumlah minimal dan maksimalnya ditetapkan oleh ijitihad.
c.
Jizyah
diambil dari seorang yang masih beragama kafir,sedangkan kharaj menurut
sebagian ulama diambil dari orang kafir maupun dari orang islam.
Kharaj ada dua macam:
1.
Yang
wajib atas tanah,dan
2.
Yang
wajib atas pribadi[5]
Apabila kharaj di iithlakkan maka
yang dimaksud adalah pungutan atas hasil tanah,ini merupakan imbangan atas
tanah-tanah oleh muslimin.seperti kita ketahui atas tanah yang dimiliki oleh
orang-orang islam diwajibkan atasnya al-ushur.
Apabila kharaj diartikan apa yang
wajib atas tanah dan apa yang wajib atas pribadi,maka jizyah merupakan bagian
dari kharaj.
Apabila seorang dzimi membeli tanah
dari seorang muslim,maka menurut abu hanifah tanah itu menjadi tanah kharaj.
Besarnya kharaj ditetapkan oleh
pemerintah dan dibayar sekali dalam setahun.walaupun demikian,lebih tepatlah
kiranya apabila kadar kharaj tidak lebih kurang dari zakat.ada pula menyatakan
harus setengah dari hasil.
Para ulama berbeda pendapat apabila
pemilik tanah kharaj itu menjadi muslim, Apakah tetap diambil
kharajnya atau berubah menjadi usyur.didalam kitab bidayah diterangkan
:”barangsiapa yang memeluk agama islam dari ahli al-kharaj ,niscaya kharaj itu
tetap diambil dari padanya ,dan boleh si muslim member tanah kharaj dari dzimy
dan tetap pula diambil kharajnya karena kharaj itu merupakan beban atas tanah”.
Perbedaan pendapat tersebut
disebabkan oleh pandangan lain apakah kharaj merupakan beban atas tanah dengan
tidak melihat siapa pemiliknya atau kharaj itu beban atas tanah yang dimiliki
oleh orang nonmuslim?dalam hal ini tampaknya yang lebih kuat adalah yang
menetapkan bahwa kharaj adalah pungutan atas penghasilan tanah yang dimiliki
oleh orang nonmuslim,karena pungutan atas penghasilan tanah yang dimiliki orang
muslim adalah usyur,yang menjadi focus of interest adalah pemiliknya bukan
tanahnya.[6]
b.
‘Usry
‘Usry merupakan hak kaum muslim yang diambil dari harta perdagangan
ahl jimmah dan penduduk darul harbi yang melewati perbatasan negara islam.
‘Usry dibayar dengan uang cash atau barang. Tarif ‘usry ditetapkan sesuai
dengan status perdagangan. Jika ia muslim maka ia akan dikenakan zakat
perdagangan sebesar dua setengah persen dari total barang yang dibawanya.
Sedangkan ahl jimmah dikenakan tarif lima persen. Kafir harbi, dikenakan tarif sepuluh persen sesuai tarif yang dikenakan
kepada mereka ketika pedagang muslim melintasi wilayah mereka. Begitu
sebaliknya kafir harbi dikenakan bea sebanyak mereka datang ke wilayah islam.
Tetapi ahl jimmah dan pedagang muslim dikenakan bea sekali setahun.[7]
Ushr adalah bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang, dibayar
hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku bagi barang yang nilainya 200
dirham.[8]
‘Usyur al-tijarah adalah pajak perdagangan yang dikenakan kepada
pedagang non muslim yang melakukan transaksi bisnis di negara islam. Pajak
perdagangan ini berlaku di dunia internasional hingga saat ini. Dalma negara
Islam, kebijaksanaan pemberlakuan pajak perdagangan ini dimulai pada
pemerintahan Umar ibn Khaththab. Yang mana islam mengalami perkembangan yang pesat,
sebagian muslim melakukan perdagangan dengan non muslim, yang mana dikenakan
pajak oleh pemerintah yang bersangkutan. Kemudian dilaporkan oleh Abu Musa
al-Asy’ari. Mendengar berita itu, Umar pun memberlakukan pajak bagi non muslim
dan warga asing yang melakukan perdagangan di wilayah islam. Pemberlakuan
peraturan ini dimaksud untuk menambah devisa negara dalam rangka mengelola dan
menjalankan pemerintahan.[9]
‘Usyr merupakan pendapatan yang paling penting. ‘Usyr merupakan
kewajiban agama dan termasuk salah-satu pilar islam.[10]
B.
Peranan Harta Rampasan Perang pada Awal Pemerintahan Islam
Dikalangan para orientalis ,timbul asumsi yang
menyatakan bahwa pada awal pemerintahan islam,harta rampasan perang mempunyai
peranan yang sangat signifikan dalam menopang kehidupan kaum muslimin.asumsi
tersebut lahir dari fakta lemahnya kondisi perekonomian kaum muslimin pada
masa-masa awal pendirian Negara madinah.kaum muhajirin yang dating tanpa
membawa perbekalan yang meemadai secara lansung memperlemah kondisi
perekonomian kaum anshar.sumber daya yang dimiliki rasullulah saw. Pada tahun
pertama hijriah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kaum muhajirin yang terus
berdatangan ke kota madinah.akibatnya kondisi perekonomian masyarakat madinah
secara keseluruhan semakin memburuk.[11]
1.
Berbagai
ekspedisi yang dilakukan kaum muslimin pada masa paemerintahan rasullulah saw.
a.
Ekspedisi
tahun pertama
Ekspedisi
yang dilakukan kaum muslimin pada masa ini sebanyak 74 kali atau dalam riwayat
lain, 90
kali atau lebih. Seluruh ekspedisi tersebut banyak penulis menganggap
ekspedisi tersebut sebagai operasi militer.sebenarnya anggapan ini terjadi
karena kesalahpahaman dalam mermahami karakter ekspedisi tersebut, seperti yang
dikemukakan oleh para orientalis.
Peristiwa terbesar yang terjadi pada masa ekspedisi pertama adalah
perang badar. Dalam perang tersebut kaum muslimin berhasil meraih kemenangan dan
memperoleh harta rampasan perang yang terdiri dari senjata, hewan
ternak, kuda, barang-barang
pribadi, serta
beberapa barang dagangan.[12]
Dalam perang tersebut, kaun
muslimin berhasil menewaskan 70 orang tentara kaum quraisy dan menawan 70 orang lainnya. Sementara
itu, dipihak
pasukan muslim, 14 orang syahid serta kehilangan aslab meraka. Jumlah senjata yang diperoleh kaum muslimin
sebagai harta rampasan perang sekitar 150 buah dari 1000 senjata yang dibawa
pasukan musuh sedangkan binatang yang diperoleh sebanyak 150 unta dan 10 kuda.
Barang-barang yang terdapat terdiri dari sejumlah besar pakaian dan bahan
kulit, sedangkan barang dagangan yang diperoleh berupa kulit kering dalam
jumlah yang besar pula.
Sekalipun jumlah
harta rampasan dari perang badar tidak dapat diketahui secara pasti, fakta
sejarah menunjukan bahwa jumlah harta rampasan perang yang diperoleh kaum
muslimin jauh lebih kecil dari pada yang diharapkan.[13]
b.
Ekspedisi
tahun kedua
Ekspedisi pada tahun kedua ini
dimulai dengan peperangan dengan bani qainuka, salah satu kaum
yahudi terkemuka di madinah. Setelah melewati proses pengepungan selama beberapa hari kaum
yahudi bani qainuka menyerah kepada kaum
muslimin. Dalam hal ini, harta rampasan perang terdiri dari persenjataan dan peralatan
pertambangan emas mengingat mereka adalah para pengrajin yang sangat ahli.
Dalam perang ini tentara Yahudi berjumlah
700 orang dengan formasi 400 orang bersenjata lengkap dengan baju besi dan 300 orang lainnya tidak berbaju
besi, namun
mereka dilengkapi dengan persenjataan tradisional seperti panah, pedang
dan tombak.[14]
Dalam peristiwa ini harta rampasan
perang yang paling berharga adalah amwal kaum Yahudi Bani Qainuka yang menurut
tradisi menjadi milik kaum muslimin setelah musuh yang kalah di asingkan.[15] Ekspedisi terakhir dari tahun ini adalah
perang Sawiq. Pada peristiwa tersebut kaum muslimin mengejar pelarian tentara
makkah yang berda dibawah pimpinan Abu Sofyan bin Harb.
Dalam pengejaran itu, beberapa
perlengkapan yang dibawa tentara musuh dibuang di medan perang untuk
meringankan beban mereka. Dengan denikian nilai rampasan perang yang diperoleh dalam
ekspedisi ini tidak banyak. Jumlah nya diperkirakan beberapa ribu dirham dan antara 50 sampai
100 dirham menjadi bagian masin-masing tentara.[16]
c.
Ekspedisi
tahun ketiga
Pada tahun ketiga ini (624-625
M), terdapat
tujuh ekspedisi yang dilakukan oleh kaum muslimin. Dari
tujuh ekspedisi tersebut hanya tiga yang
menghasilkan keuntungan ekonomis. Ghazwah kudur
merupakan peperangan pertama yang memberikan harta rampasan perang, yaitu
berupa 500 unta, dan menurut sumber lainnnya 1600 unta(ba’ir).
Perang lain yang menghasilkan harta
rampasan perang adalah perang melawan Bani Sulaiman, kaum
muslimin memperoleh harta rampasan perang yang nilainnya berkisar antara 20.000
sampai dengan 70.000 dirham dan bagian standar kaum muslimin antara 100 sampai
dengan 300 dirham untuk swtiap orangnya.
Ekspedisi kelima pada urutan
kronologis dan kedua dalam hal besarnya harta rampasan perang ialah syariah Zaid
bin Harits yang melibtkan 100norang tentara. Pasukan ini dikirim ke Qaradah dan
berhasil menghadang sebuah khafilah Makkah di jalur timur dan mengambil seluruh
barang dagangan yang berupa perak dan emas. Hasil sebaliknya terjadi pada perang
uhud, dalam perang ini awalnya kaum muslimin berhasil meraih harta rampasan
perang yang besar, tetapi pada akhirnya mereka kalah.[17]
d.
Ekspedisi tahun keempat
Pada
tahun keempat setelah hijrah (625-626 M ), kaum muslimin melakukan tujuh ekspedisi. Dua diantaranya
menghasilkan harta rampasan perang. Yang pertama
adalah sariyah abu salamah ibn abdul asad yang dikirim ke qathan, sumur
milik bani asad, pada bulan muharam (juni 625 M).
Ekspedisi
kedua yang menghasilkan harta rampasan perang dan merupakan ekspedisi terakhir
di tahun ini adalah gazwah melawan bangsa yahudi bani nadhir di madinah.dalam peristiwa ini
diperkirakan nilai harta rampasan perang tidak lebih dari 10.000 dirham, harta
rampasan perang tidak ada yang berbentuk uang, kecuali hanya
beberapa senjata.[18]
e.
Ekspedisi
tahun kelima
Ekspedisi
yang dilaukan pada tahun kelima hijrah (626-627 H) sebanyak
lima buah dan tiga diantaranya menghasilkan harta rampasan perang. Ghazwah di Dumatul Jandal pada
bulan rabiul awal (agustus 627 M) untuk mennumpas tawanan penyamun (qitta
al-thariq) dari suku-suku di utara yang bermusuhan dengan penduduk madianah dan
menghaslkan beberapa hewan ternak.
Ekspedisi berikutnya terjadi sekitar enam bulan kemudian. Dalam
kesempatan ini kaum muslimin yang dipimpin oleh rasulullah tersebut menuju mata
air Muraisy, untuk menyerang Bani Musthaliq cabang dari suku khuza,ah. Pada
ekspedisi ini pasukan islam memperoleh rampasan perang dengan jumlah besar
terdiri dari 2000 unta, 5000 domba, serta sejumlah senjata dan harta benda yang ditemukan dalam kantung
pelana prajurit musuh yang kalah perang.
Ekspedisi berikutnya yang terjadi pada tahun in adalah perang
khabdaq (parit). Walaupun
memiliki arti yang sangat penting dari sudut pandang politik dan militer, perang
khandaq ini tidak menghasilkan harta rampasan perang apa pun kecuali salab (barang-barang
pribadi yang melekat pada jasad lawan yang terbunuh).
Ekspedisi terakhir di tahun ini adalah
ghazwah melawan Bani Quraisy, satu-satunya suku bahasa Yahudi
yang masih tinggal di Madinah.[19]
f.
Ekspedisi
ke enam
Pada
tahun ke enam hijriah(juni 627-mei 628 M), terdapat tiga
gazwah dan 18 saraya. Namun demikian, tidak ada satu ghazwah pun yang menghasilkan harta rampasan dan
hanya 7 saraya yang menghasilkan keuntungan materi.
Ekspedisi paling awal tahun 6 H adalah
ekspedisi Muhammad bin Maslamah ke Qurata pada bulan juni (muharam)yang
menghasilkan 150 ekor unta dan 3000 ekor domba untuk pasukan yang terdiri dari
30 orang. Tiga bulan kemudian sariyah yang terdiri dari 40 tentara yang
dipimpin oleh Ukashah bin Mihsin ke Al-ghamar memeperoleh 200 ekor unta sebagai
harta rampasan perang.
Pada bulan berikutnya, dalam
ekspedisi yang lain yang dipimpin oleh Zaid ke Al-taraf diperoleh harta
rampasan perang yang terdiri dari 20 unta. Dua bulan
kemudian, ekspedisi Ali ke Fadak yang membawahi 100 tentara berhasil
mendapatkan harta rampasan perang berupa ternak yang terdiri dari 500 unta dan
2000 domba. Dan syariyah terakhir pada tahun ini dipimpin oleh Zaid bin Harits seorang
pemimpin yang paling mashyur pada periode nabi, membalas
perlawanan Bani Fazarah. Dan memperoleh satu-satunya tawanan wanita.[20]
g.
Ekspedisi
tahun ketujuh
Pada tahun ketujuh hijrah (628-629M), kaum
muslimin melakukan 14 ekspedisi yang terdiri dari 6 ghazawat dan 8 suraya. Ekspedisi pertama pada tahun
ketujuh ini adalah perang khaibar. Dalam perang ini, kaum muslimin banyak
memperoleh harta rampasan perang berupa ternak, emas, perak, perhiasan, dan
uang tunai. Selain senjata harta rampasan perang khaibar juga meliputi sejumlah
besar bahan makanan, seperti gandum untuk membuat bir, lemak, madu, minyak, mentega,
dan beberapa bahan makanan lainnya.
Data sejata menyebutkan bahwa harta
rampasan perang milik khaibar dibagikan kepada pasukan sebanyak1800 dengan
pembagian tentara dan kuda:1400 tentara yang berjalan kaki dan 200 tentara
berkuda.[21]
Ekspedisi lain yang terjadi ditahun
ini tidak terlalu signifikan. Mereka hanya memperoleh sedikit harta rampasan perang. Sariyah
abu bakar di bulan sya’ban (Desember) melawan bani kilab dari najd diperkirakan
menghasilkan beberapa harta rampasan perang satu atau dua tawanan dijual ke
madinahdi bulan yang sama ekspedisi ghalib bin Abdullah al-laithi melakukan
ekspedisi ke fadak atau maifa’ah yang telah diutus melawan bani uwal dan Bani abd
Bin Tsa’labah untuk membalas penyerangan yang dilakukan pada awal perayaan
kemengan kaum muslimin, berhasil memperoleh hewan ternak, wanita, dan
anak-anak.[22]
h.
Ekspedisi
tahun kedelapan
Pada
tahun kedelapan hijriah (629-630 M)hanya enam ekspedisi yang menghasilkan harta
rampasan perang. sariyah pertama di tahun ini dipimpin oleh ghalib bin Abdullah
al-kadid di bulan safar (juni)yang terdiri dari kelompok-kelompok kecil berjumlah 10-15
orang, dan
berhasil memperoleh harta rampasan perang berupa tanah dan tawanan.
Satu
bulan kemudian, pasukan syuja bin wahab yang terdiri dari 24 orang yang dikirim ke
sity dan sebagai hasilnya, setiap tentara memperoleh 15 unta atau yang senilai dengan sejumlah
domba yang menunjukan bahwa harta rampasan perang terdiri dari 450 ekor unta
atau yang senilai denganya.
Salah
satu hal yang menarik bahwa semua wanita dan anak-anak yang dijadikan tawanan
dilepas olehnabi ketika mereka masuk islam dan dating ke madinah untuk meminta
kebebasan mereka.[23]
i.
Ekspedisi
tahun kesembilan
Sariyah
pertama ditahun ini terjadi antara pasukan uyainah bin hisn al-fazari melawan
bani tamim pada bulan muharram (april-mei). Dalam peristiwa
ini, kaum
muslimin berhasil memperoleh beberapa tawanan dan beberapa ternak (mawashi)ke
Madinah.
Sebulan
kemudian berlansung sariyah Qutbah bin Amir ke Bishah melawan pasukan khat’am
dan berhasil memperoleh harta rampasan perang berupa ternak. Ekspedisi selanjutnta tidak
memperoleh harta rampasan perang tetapi sariyah yang kelima dipimpin oleh Ali bin
Abi Thalib berhasil menaklukan Al-fulls, berhala dan tayi, dan memperoleh
banyak harta rampasan,baik berupa harta benda, tawanan, maupun hewan ternak, disampin
3 buah pedang dan sejumlah baju besi yang ditemukan dikuil.
Selama
ekspedisi Tabuk, Khalid bin Walid Al-Makhzumi memimpin sebuah sariyah melawan
penguasa Kindi di Dumatul Jandal Ukaidir bin Abdul Malik. Kaum muslimin
berhasil memperoleh kemenangan dan mendapatkan harta rampasan perang berupa
2000 ekor unta, 800 biri-biri, 400 baju besi, dan 400 tombak.[24]
j.
Ekspedisi
tahun kesepuluh
Pada
tahun kesepuluh hijriah (631-632 M), hanya satu ekspedisi, yaitu sariyah Ali
bin Abi Thalib ke Yaman berhasil memperoleh harta rampasan perang berupa hewan
ternak, tawanan, baju
dan lain-lain. Dalam hal ini tawanan dinyatakan bebas selama mau menerima islam
sedangkan sisa harta rampasan perang dibagi-bagikan kepada seluruh anggota
pasukannya.[25]
2.
Total
Perkiraan Harta Rampasan Perang
Berdasarkan data dan fakta tersebut, jumlah keseluruhan harta rampasan
perang yang diperoleh kaum muslimin selama kuru waktu sepuluh tahun masa
kepemimpinan Rasullullah SAW. Untuk beberapa kasus tertentu setengah dari kurun
waktu perolehan harta rampasan tersebut hanya berhasil memperoleh sejumlah
kecil harta rampasan perang.
Harta rampasan perang yang jumlahnya besar hamper setengah nya diperoleh
dari suku bangsa arab Hawasin, sementara kaum muslimin hanya memperoleh harta
rampasan perang dalam jumlah yang sangat sedikit dari musuh lama mereka yaitu
suku quraisy.[26]
Dengan demikian harta rampasan
perang yang diperoleh kaum muslimin selama sepeluh tahun periode pemerintahan
Rasullullah SAW.secara keseluruhan berjumlah
6200 dirham.[27]
Estimasi nilai penerimaan harta
rampasan perang pada masa
pemerintahan Rasulullah SAW.
|
tahun
|
no
|
ekspedisi
|
Estimilasi
nilai harta
rampasan
perang
(dirham)
|
|
2 H
(624 M)
|
1
2
3
4
|
Nakhlah
Badr al-kubra
Bani Qaimuqa
Al-Sawiq
|
20.000
160.000
250.000
2.000
|
|
3H
(624-625 M)
|
5
6
7
|
Al-kudr
Al-Qaradah
Uhud
|
20.000
100.000
616
|
|
4 H
(625-626 M)
|
8
9
|
Al-Qatan
Al-Nadr
|
520.400
300.000
|
|
5 H
(626-627 M)
|
10
11
12
13
|
Dumah
Al-Muraisy
Al-Khandag
Bani
Quraizhah
|
10.000
200.000
2000
720.000
|
|
6 H
(627-628 M)
|
14
15
16
17
18
19
20
|
Al-qurata
Al-ghamr
Dzul qassah
Al-jamun
Al-taraf
Fadak
Bani fazarah
|
70.000
|
|
7 H
(628-629 M)
|
21
22
23
24
25
26
|
Khaibar
Fadak
Tayma
Wadi al-qura
Nejed
fadak
|
650.000
|
|
|
27
28
|
Al-mayfa,ah
Al-jihab
|
200.000
|
|
8 H
(629-630 M)
|
29
30
31
32
33
|
Al-kadid
Al-siy
Mu’tah
Al-khadirah
Fath
al-makkah
|
50.000
|
|
|
34
|
hunain
|
3.200.000
|
|
9 H
(630-631 M)
|
35
36
37
|
Bishah
Al-fuls
dumah
|
150.000
|
|
10 H
(631-632 M)
|
38
|
Al- yaman
|
|
|
|
|
total
|
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kharaj adalah pajak tanah yang
dipungut dari non muslim. Dalam terminologi islam, kharaj adalah retribusi atas
tanah atau hasil produksi tanah dimana para pemilik tanah taklukkan tersebut
membayar kharaj ke negara islam.
Usry merupakan hak kaum muslim yang
diambil dari harta perdagangan ahl jimmah dan penduduk darul harbi yang
melewati perbatasan negara islam.
harta rampasan perang mempunyai peranan
yang sangat signifikan dalam menopang kehidupan kaum muslimin.
Banyak ekspedisi yang dilakukan kaum
muslimin pada masa paemerintahan rasulullah Saw. ekspedisi yang dilakukan kaum
muslimin pada tahun pertama sebanyak 74 kali atau ,dalam riwayat lain,90 kali
atau lebih,pada tahun ke dua dimulai dengan peperangan dengan bani qainuka
,salah satu kaum yahudi terkemuka di madinah, pada tahun ketiga (624-625 M),
terdapat tujuh ekspedisi yang dilakukan oleh kaum muslimin,tahun keempat setelah
hijrah (625-626 M ), kaum muslimin melakukan tujuh ekspedisi.tahun kelima hijrah(626-627
H) sebanyak lima buah dan tiga diantaranya menghasilkan harta rampasan perang.
Pada tahun ke enam hijriah(juni
627-mei 628 M),terdapat tiga gazwah dan 18 saraya. tahun ketujuh hijrah(628-629M),kaum
muslimin melakukan 14 ekspedisi yang terdiri dari 6 ghazawat dan 8suraya. Tahun
kedelapan hijriah (629-630 M) hanya enam ekspedisi yang menghasilkan harta
rampasan perang. Kemudian pada tahun kesembilan Sariyah pertama yang terjadi antara pasukan uyainah bin hisn
al-fazari melawan bani tamim pada bulan muharram (april-mei).sedangkan pada
tahun kesepuluh hijriah (631-632 M), hanya satu ekspedisi.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Euis,
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: Pustaka Asatruss, 2005
Iqbal, Muhammad,
Fiqh Siyasah, Jakarta Selatan: Gaya Media Pratama, 2007
Karim, Adiwarman
Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Pustaka Pelajar,
2002
A.Djazuli, Fiqh
Siyasah, Bogor:Kencana,2003
Pengertian kharaj.
Terdapat: http://uchinfamiliar.blogspot.com/2010/10/kebijakan-fiskal-masa-rasulullah.html. di akses: 30
Maret 2013
Karim, Adiwarman
Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004
[1] Euis Amalia,
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2005), hal. 76
[2] Muhammad
Iqbal, Fiqh Siyasah, (Jakarta Selatan: Gaya Media Pratama, 2007),
hal.281
[3] Euis Amalia,
Op. Cit.
[4] Adiwarman
Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Pustaka
Pelajar, 2002) hal. 32
[5] A.Djazuli, Fiqh
Siyasah, ( Bogor:Kencana,2003) hal.356-357
[6] A.Djazuli, Ibid,
hal. 357-358
[7] Euis Amalia, Loc.
Cit., hal. 75
[8] Pengertian
kharaj. Terdapat: http://uchinfamiliar.blogspot.com/2010/10/kebijakan-fiskal-masa-rasulullah.html. di akses: 30
Maret 2013
[9] Muhammad
Iqbal, Loc. Cit., hal. 280
[10] Adiwarman, Ibid,
hal. 33-34
[11] Adiwarman
Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004) Hal. 185-186
[13] Ibid,
hal 191-193
[14] Ibid,
hal 197
[15] Ibid
[16] Ibid,
hal. 197-198
[17] Ibid,
hal. 198-199
[18] Ibid,
hal. 199-200
[19] Ibid,
hal. 202-204
[20] Ibid,
hal. 205-206
[21] Ibid,
hal. 206-209
[22] Ibid,
hal. 211-212
[23] Ibid,
hal. 212-213
[24] Ibid,
hal. 215-216
[25] Ibid,
hal. 216-217
[26] Ibid,
hal. 217
[27] Ibid,
hal. 218
[28] Ibid,
hal. 218-219
Label: Keilmuan


0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda